Pendahuluan
Sistem pendidikan nasional telah
berkali-kali mengadakan perubahan. Perubahan yang paling esensi dalam sistem
pendidikan nasional ini adalah perubahan kurikulum.
Kurikulum yang sedang berjalan saat ini adalah Kurikulum 2013 yang merupakan
penyempurnaan dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum 2013
pada dasarnya adalah perubahan pola pikir dan budaya mengajar dari kemampuan
mengajar tenaga pendidik dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Dalam pelaksanaan
kurikulum 2013 ini peranan guru sangat penting selaku aktor dalam proses pembelajaran,
baik buruknya keterlaksanaan kurikulum dapat dipengaruhi oleh guru dalam mengimplementasikannya.
Jadi seorang guru harus bisa memahami kurikulum dengan baik sehingga dapat
diharapkan agar guru bisa menerima kebijakan dari pemerintah atas kurikulum 2013
dan dapat menguasai program, prinsip mekanisme serta strategi kurikulum 2013
untuk dapat memperbaiki kegiatan belajar mengajar di kelas. Realitas di lapangan, masih banyak kita jumpai
guru kurang memiliki keterampilan dalam merumuskan tujuan pembelajaran dan indikator
pembelajaran. Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK). Mereka kurang memahami pentingnya
tujuan pembelajaran dan Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) sebagai target dan
tolok ukur kemampuan yang harus dikuasai siswa. Mereka masih cenderung menggunakan
buku paket sebagai acuan dalam pembelajaran. Meskipun telah berkembang berbagai
model pembelajaran mereka masih setia dengan pembelajaran ekspositori, atau dengan
memberikan tugas kelompok, yang materinya kurang memperhatikan kompetensi yang dituntut
oleh Kompetensi Dasar pada RPP yang dimilikinya.
Kurangnya keterampilan dalam merumuskan IPK tersebut
antara lain disebabkan (1) adanya persepsi yang menganggap RPP sebagai pemenuhan
kebutuhan administrasi pembelajaran yang bersifat formalitas, (2) mudahnya untuk
mendapatkaan file-file RPP, tanpa dilakukan penyesuaian-penyesuaian dengan kondisi
siswa dan sekolahnya, (3) belum sepenuhnya memahami esensi IPK dan komponen lainnya
dalam RPP, dan (4) enggan belajar dan berlatih menyusun RPP secara mandiri/kelompok. Menurut penulis RPP yang diperoleh melalui jalan pintas,
copy paste, idealnya hanya digunakan sebagai referensi atau perbandingan
saja. Bisa dipastikan RPP hasil copy paste tersebut tidak dapat diterapkan
di kelas karena modalitas, karakteristik, dan potensi siswa dan sekolah berbeda-beda.
Jika RPP tersebut terpaksa diterapkan, sebaiknya terlebih dahulu dilakukan penyesuaian-penyesuaian
antara lain berkaitan dengan IPK, model, media, dan penilaian yang mengacu pada
kondisi kelas dan sekolah. Penyesuaian-penyesuaian tersebut perlu dilakukan untuk
mempermudah mengantarkan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran dan kompetensi
yang dituntut oleh IPK/KD. Dengan demikian, guru yang merencanakan pembelajaran
dengan baik, maka pelaksanaan pembelajaran dapat berjalan dengan baik pula.
Pembahasan
Pengembangan Tujuan
Pembelajaran Dalam Kurikulum 2013
Tujuan pembelajaran
menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta
didik sesuai dengan KD. Tujuan pembelajaran ini dibuat mengacu KI, KD dan
indikator yang telah ditentukan. Tujuan pembelajaran ini adalah tujuan yang
akan dicapai selama proses pembelajaran berlansung. Tujuan pembelajaran
dirumuskan berdasarkan KD dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat
diamati dan diukur, yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan. Menurut M.
Fadlillah tujuan pembelajaran adalah segala sesuatu
yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran. Tujuan pembelajaran ini biasanya
berhubungan dengan kompetensi indi maupun kompetensi dasar yang ingin dicapai. Tujuan
pembelajaran mencerminkan arah yang akan dituju selama pembelajaran berlangsung.
Dengan demikian arah proses pembelajaran harus mengacu pada tujuan
pembelajaran. Namun perlu diingat pula bahwa proses pembelajaran dikelola dalam
rangka memfasilitasi siswa agar dapat mencapai kompetensi dasar. Pencapaian itu
diukur dengan tolok ukur kemampuan yang dirumuskan dalam indikator pencapaian
kompetensi. Agar kegiatan memfasilitasi berhasil optimal maka arah pembelajaran
hendaknya mengacu pada indikator pencapaian kompetensi. Dengan demikian
persamaan dari indikator pencapaian kompetensi dan tujuan pembelajaran adalah
pada fungsi keduanya sebagai acuan arah proses dan hasil pembelajaran. Tujuan
pembelajaran adalah gambaran dari proses dan hasil belajar yang akan
diraih selama pembelajaran berlangsung. Ini berarti tujuan pembelajaran
adalah target kemampuan yang akan dicapai oleh seluruh siswa. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa perbedaan dari indikator pencapaian kompetensi dan
tujuan pembelajaran adalah bahwa kemampuan yang dirumuskan pada indikator
pencapaian kompetensi merupakan target pencapaian kemampuan individu siswa
sedangkan kemampuan yang dirumuskan pada tujuan pembelajaran merupakan target
pencapaian kemampuan siswa secara kolektif. Tujuan
pembelajaran dirumuskan setelah perumusan indikator. Dalam kurikulum 2013,
tujuan pembelajaran wajib memuat empat hal pokok yang terdiri dari: 1) Audience (peserta
didik) yaitu untuk siapa tujuan tersebut dimaksudkan, 2) Behavior (perilaku)
yaitu kemampuan yang harus ditampilkan siswa, 3) Condition yaitu
seperti apa perilaku atau kemampuan yang akan diamati, dan 4) Degree yaitu
keterampilan yang dicapai dan diukur. Penyebutan keempat istilah tersebut
sering disingkat dengan A, B, C, dan D. Dengan adanya Condition (proses)
inilah yang membedakan perumusan antara indikator dan tujuan pembelajaran.
Sebagai contoh indikator berbunyi, “Siswa dapat melafalkan Surat Al Fatihah
ayat 2 dengan lancar”. Siswa merupakan audience, melafalkan sebagai behaviour,
Surat Al Fatihah ayat 2 condition dan dengan lancar sebagai degree.
Saat ini dikenal berbagai macam taksonomi
tujuan pembelajaran yang diberi nama menurut penciptanya. Misalnya yang lazim
digunakan adalah taksonomi Bloom. Pada dasarnya pengembangan kompetensi menganut pembagian hasil belajar
menurut Teori Bloom, yang dikembangkan dengan mendasarkan pada 3
ranah/domain, yaitu aspek yang termasuk dalam ranah kognitif,
afektif, dan psikomotor.
Cognitive domain (ranah kognitif), merupakan ranah yang berkaitan dengan fungsi
memproses informasi, pengetahuan dan keahlian mentalitas dan berisi
perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan,
pengertian dan keterampilan. Affective domain (Ranah afektif) berisi
perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi seperti minat,
sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri. Psychomotor domain (ranah
psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik
seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.
Ranah kognitif yaitu meliputi aspek; 1) pengetahuan (knowledge),
2) pemahaman (comprehension), 3) penerapan (application), 4)
penguraian (analysis),5) memadukan (synthesis) 6) evaluasi atau
penilaian (evaluation). Hierarki
Taksonomi Bloom dapat di ilustrasikan pada gambar berikut: Gambar 1: Hierarti dalam Taksonomi
Bloom
Dari gambar di atas bukan berarti tujuan
pembelajaran untuk level yang lebih rendah dianggap sepele dan harus
ditinggalkan. Masing-masing tujuna harus menetapkan pada level mana para siswa
diharapkan untuk melakukannya. Pada materi awal, mungkin cukup hanya melibatkan
aspek pengetahuan dan pemahaman, namun untuk topik-topik inti, penguasaan level
yang kompleks tentu sangat diperlukan. Hanya saja, sangat tidak mungkin
menguasai materi pelajaran yang lebih tinggi tanpa menguasai materi pelajaran
yang lebih rendah. Pada tahun
2001, taksonomi Bloom mendapat koreksi dari Anderson dan Krathwohl. Berikut
adalah tingkatan berpikir Bloom versi perbaikan. Gambar 2:
Taksonomi Bloom Versi Revisi
Bila dicermati gambar 2 di atas, maka terjadi
perubahan urutan dua kategori proses kognitif (urutan sintesis/mengkreasi dan
evaluasi ditukar) dengan menempatkan mengkreasi sebagai kategori yang paling
kompleks. Jadi kategori-kategori pada taksonomi Bloom disusun menjadi sebuat
hieratki kumulatif. Artinya penguasaan kategori yang lebih kompleks
mensyaratkan penguasaan semua kategori di bawahnya yang kurang kompleks.
Pengembangan Indikator
Pembelajaran Dalam Kurikulum 2013
Indikator
yaitu perilaku yang dapat diukur untuk menunjukkan ketercapaian suatu
KD/pembelajaran. Syarat indikator dikatakan “baik”: a) kalimatnya simple,
jelas, lugas, satu makna dan satu tindakan, menggunakan bahasa Indonesia yang
baik dan benar, b) kata kerja operasional (KKO) measureable, c) jumlah
indikator untuk satu KD sama dengan jumlah amanat pada KD, d) dalam satu KD,
indikator mengacu sekurangnya 2 dari 3 aspek. Indikator
merupakan bagian operasional dan terukur dari kompetensi. Dan kompetensi yang
terkecil bentuknya adalah kompetensi dasar. Indikator dikembangkan dan
diuraikan dari kompetensi dasar dengan menggunakan kata kerja operasional
(KKO). Tiap kompetensi dasar dapat dijabarkan dalam tiga atau lebih indikator.
Indikator merupakan acuan dalam menentukan tugas tagihan. Jenis tagihan ini
berbentuk ujian atau bentuk lain yang bisa diukur. Oleh karena itu kata kerja
yang digunakan harus kata kerja operasional dan cakupan materinya lebih
terfokus dan lebih sempit dari kompetensi dasar. Sedangkan kriteria
indikator adalah sebagai berikut:
a Sesuai
tingkat perkembangan berpikir peserta didikb. Berkaitan
dengan standar kompetensi dan kompetensi dasarc. Memperhatikan
aspek manfaat dalam kehidupan sehari-hari (life skills)d. Menunjukkan
pencapaian hasil belajar peserta didik secara utuh (kognitif, afektif dan
psikomotorik)e. Memperhatikan
sumber-sumber belajar yang relevanf. Dapat
diukur/dapat dikuantifikasig. Memperhatikan
ketercapaian standar lulusan secara nasionalh. Berisi kata
kerja operasionali. Tidak mengandung pengertian ganda (ambigu).Indikator
pencapaian kompetensi (IPK) merupakan penanda pencapaian KD yang ditandai oleh
perubahan perilaku yang dapat diukur. Indikator pencapaian kompetensi (IPK)
dikembangkan sesuai dengan karakteristik siswa, mata pelajaran, satuan
pendidikan, potensi daerah, dan dirumuskan dalam kata kerja operasional yang
terukur dan/atau dapat diobservasi. Indikator
pencapaian kompetensi (IPK) memiliki kedudukan yang sangat strategis dalam mengembangkan
pencapaian kompetensi dasar. Indikator pencapaian kompetensi (IPK) berfungsi
sebagai berikut:
a. Pedoman dalam
Mengembangkan Materi Pembelajaran
Pengembangan
materi pembelajaran harus sesuai dengan indikator yang dikembangkan. IPK yang
dirumuskan secara cermat dapat memberikan arah dalam pengembangan materi
pembelajaran yang efektif sesuai dengan karakteristik mata pelajaran, potensi
dan kebutuhan siswa, sekolah, serta lingkungan.
b. Pedoman dalam
Mendesain Kegiatan Pembelajaran
Pengembangan
desain pembelajaran hendaknya sesuai dengan IPK yang dikembangkan, karena IPK
dapat memberikan gambaran kegiatan pembelajaran yang efektif untuk mencapai
kompetensi. IPK yang menuntut kompetensi dominan pada aspek prosedural
menunjukkan agar kegiatan pembelajaran dilakukan tidak dengan strategi
ekspositori melainkan lebih tepat dengan strategi discovery-inquiry.
c. Pedoman dalam
Mengembangkan Bahan Ajar
Bahan ajar
perlu dikembangkan oleh guru guna menunjang pencapaian kompetensi siswa.
Pemilihan bahan ajar yang efektif harus sesuai tuntutan IPK sehingga dapat
meningkatkan pencapaian kompetensi secara maksimal.
d. Pedoman dalam
Merancang dan Melaksanakan Penilaian Hasil Belajar
Indikator
menjadi pedoman dalam merancang, melaksanakan, serta mengevaluasi hasil
belajar. Rancangan penilaian memberikan acuan dalam menentukan bentuk dan jenis
penilaian, serta pengembangan indikator penilaian.
Perumusan IPK diawali dengan menganalisis KD
(pengetahuan dan keterampilan). Caranya dengan melihat kata kerja operasional
yang digunakan dalam KD. Kata kerja operasional menunjukkan tingkat kompetensi
yang dituntut KD. Jika mengacu Taksonomi Bloom-Anderson, bahwa tingkat
kompetensi dibedakan atas kemampuan; mengingat, memahami, mengaplikasi,
menganalisis, mengevaluasi dan mengkreasi. Enam tingkatan kompetensi tersebut,
menurut Anderson & Krathwohl dapat diklasifikasikan menjadi tiga level
kognitif yaitu; (1) berfikir tingkat rendah (Low Order Thinkhing Skill/LOTS)
adalah kompetensi mengetahui, (2) berfikir tingkat menengah (Middle Order
Thinkhing Skill/MOTS)meliputi kompetensi memahami dan mengaplikasi, dan (3)
berfikir tingkat tinggi(Higher Order Thinkhing Skill/HOTS) (penalaran)
meliputi kompetensi menganalisis, mengevaluasi dan mengkreasi. Perumusan IPK utamanya pada KD level
kognitifnya berfikir tingkat tinggi sebaiknya kerja operasional yang digunakan
diawali dengan kata kerja operasional yang tingkat kompetensinya lebih rendah
dari kata kerja operasional yang digunakan dalam KD, yang terpenting sejumlah
rumusan IPK tersebut minimal memenuhi kompetensi yang dituntut KD. Penggunaan
kata kerja operasional yang tingkatannya lebih rendah tersebut sebagai “tangga
berfikir” untuk mempermudah siswa dalam mencapai kompetensi yang dituntut oleh
KD.
Demikian pula perbendaharaan kata kerja
operasional yang beragam akan sangat membantu guru dalam merumuskan indikator
berdasarkan kompetensi dasarnya.
Berikut contoh IPK Pendidikan
Agama Islam dan Budi Pekerti kelas 1 SD pertemuan ke-1 yang dikembangkan dari
KD. 1.17, 2.17, 3.17 dan 4.17 yaitu sebagai berikut:
Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi
No.
|
Kompetensi
Dasar
|
Indikator
Pencapaian Kompetensi
|
1.
|
1.17 Meyakini kebenaran kisah Nabi Muhammad saw.
|
1.17.1
Meyakini kebenaran kisah Nabi Muhammad saw.
|
2.
|
2.17 Menunjukkan sikap jujur dan kasih sayang sebagai implementasi
dari pemahaman kisah keteladanan Nabi Muhammad saw.
|
2.17.1
Menunjukkan sikap kasih sayang.
|
3.
|
3.17 Memahami kisah keteladanan Nabi Muhammad saw.
|
3.17.1 Menyebutkan sikap terpuji dari kisah
keteladanan Nabi Muhammad saw.
3.17.2 Menjelaskan sikap kasih sayang dari kisah
keteladanan Nabi Muhammad saw.
|
4.
|
4.17 Menceritakan kisah keteladanan Nabi
Muhammad saw.
|
4.17.1 Menceritakan sikap terpuji dari kisah keteladanan Nabi Muhammad
saw.
4.17.2 Menceritakan kisah singkat keteladanan Nabi Muhammad saw.
|
Penutup
Acuan penilaian adalah indikator, karena indikator merupakan tanda tercapainya
suatu kompetensi. Indikator harus terukur. Dalam konteks penilaian sikap,
indikator merupakan tanda-tanda yang dimunculkan oleh peserta didik yang dapat
diamati atau diobservasi oleh guru sebagai representasi dari sikap yang
dinilai.
IPK merupakan pernyataan tertulis yang
dikembangkan dari KD dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat
diamati dan/atau diukur. Untuk aspek pengetahuan dan keterampilan, IPK
merupakan ukuran, karakteristik, atau ciri-ciri yang menunjukkan ketercapaian
KD pada KI-3 dan KI-4. IPK merupakan salah satu komponen penting dalam RPP yang
memiliki pengaruh dan fungsi penting terhadap komponen lainnya. Adapun fungsi
IPK antara lain; (1) sebagai pedoman dalam merumuskan tujuan pembelajaran, (2)
pedoman dalam merumuskan butir-butir materi pembelajaran dan mengembangkan
bahan ajar, (3) pedoman dalam mendesain kegiatan pembelajaran, termasuk
menentukan model dan media pembelajaran, dan (4) pedoman dalam merangcang dan
melaksanakan penilaian hasil belajar.
[1]M. Zainuddin, Reformasi Pendidikan (Kritikan Kurikulum dan
Manajemen Berbasis Sekolah), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 215.
[1]Direktorat PSMA, Model Pengembangan RPP,
(Jakarta: Kemendikbud, 2017), hlm. 1.
[1]Abdul Majid, Implementasi Kurikulum 2013, (Bandung:
Interes Media, 2014), hlm. 227.
[1]M.
Fadlillah, Implementasi Kurikulum 2013 dalam Pembelajaran SD/MI, SMP/MTs
& SMA/MA, (Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2018), hlm. 149.
[1]https://akhmadsudrajat.wordpress.com
diakses 26 September 2018.
[1]Ibid.,
[1]Sugeng Listiyo Prabowo, Perencanaan Pembelajaran, (Malang: UIN
Maliki Press, 2010) hlm. 37-38.
[1]Kusaeri,
Acuan dan Teknik Penilaian Proses dan Hasil Belajar Dalam Kurikulum 2013,
(Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2014), hlm. 32.
[1]Ibid.,
hlm. 35.
[1]Mulyasa, Pengembangan dan Implementasi
Kurikulum 2013, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 43.
[1]Minin Haryati, Model dan Teknik Penilaian
Pada Tingkat Satuan Pendidikan, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2007) hlm. 8.
[1]Khaerudin,dkk, Kurikulum Tingkat Satuan
pendidikan (KTSP) konsep dan Implementasinya di Madrasah, (Jogjakarta:
Pilar media,2007), hlm. 129-130.
[1]Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Modul Pelatihan Kurikulum 2013, (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2018), hlm.
7.
[1]Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Modul Pelatihan Kurikulum 2013, (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2018), hlm.
8.
[1]Direktorat PSMA, Modul
Penyusunan Soal Higher Order Thinking Skill (HOTS), (Jakarta: Kemendikbud,
2017), hlm. 7.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar